Sudah Sangat Mendesak, Kesejahteraan Hakim dan Aparat Pengadilan Ditingkatkan
Resources - Pojok Dirjen (Badilag.net) : Ketika saya mewakili Sekretaris Mahkamah Agung RI memimpin Tim Sekretariat MA dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, 28 Maret lalu, saya diberondong desakan oleh para anggota DPR yang terhormat itu agar MA lebih memperhatikan kesejahteraan hakim.
Di antara para anggota yang terhormat itu ada yang minta agar segera diupayakan kenaikan gaji hakim, serta tunjangan dan penghasilan lainnya yang kini dinilai sangat rendah. Anggota lainnya minta agar segera disiapkan fasilitas untuk kepentingan hakim, seperti rumah dinas dan lainnya.
Anggota yang terhormat lainnya ada juga yang mewartakan betapa memprihatinkannya kehidupan para hakim dan keluarganya, baik mengenai tempat tinggalnya, alat transportasinya dan kehidupan ekonomi lainnya, akibat penghasilan yang sangat minim.
Bahkan ada anggota Komisi III itu yang menceritakan telah dihubungi oleh hakim yang akan melakukan mogok sidang. Anggota yang terhormat itu merasa memang sudah waktunya kesejahteraan hakim dinaikkan. Secara berseloroh dia mengatakan setuju adanya demo mogok dari hakim-hakim itu, asal di luar waktu sidang.
Ketika saya diberi waktu untuk memberikan jawaban atau komentar pada RDP tentang Penyempurnaan Perubahan RKA-KL 2012 itu, sudah barang tentu saya menyatakan kegembiraan dan terima kasih atas perhatian Komisi III DPR dalam memperjuangkan kenaikan anggaran MA yang proporsional, khususnya tentang perhatian dan dukungannya atas kesejahteraan para hakim.
Saya juga menyatakan kesepakatan saya atas apa yang diceritakan para anggota Komisi III DPR mengenai keprihatinan kesejahteraan para hakim dan seluruh aparat pengadilan.
Saya paparkan secara singkat sudah lama tunjangan dan gaji para hakim tidak naik, sementara gaji PNS lainnya sudah berkali-kali mengalami kenaikan. Anggaran untuk remunerasipun, yang sudah disetujui oleh DPR seluruhnya, sudah bertahun-tahun hanya disetujui oleh pihak eksekutif untuk bisa dicairkan 70%.
Akhirnya, atas nama keluarga besar MA dan pengadilan-pengadilan di bawahnya saya minta dukungan DPR atas upaya-upaya yang akan dan telah banyak dilakukan pimpinan MA dalam meningkatkan kesejahteraan hakim dan aparat pengadilan.
**
Kemarin pagi, 4 April, saya masuk ruang kerja sebelum pukul 7.30. Saya hidupkan TV, langsung saya tertarik dengan acara yang sedang disiarkan oleh MetroTV. Biasanya, sarapan pagi saya setelah hari-hari sebelumnya melakukan dinas luar adalah membaca surat-surat yang menumpuk atau menandatangani surat dan dokumen kepegawaian, tapi kali ini saya ganti dengan nonton acara Interaktif Editorial Media Indonesia di MetroTV, sampai selesai tayangan itu pukul 8.
Judul editorial “Jangan Menunggu Yang Mulia Demo” sangat menarik untuk disimak. Saya melihat judul itu persis seperti yang ditulis di editorial Media Indonesia edisi print out-nya.
Dalam editorial itu ditulis bahwa hakim adalah pejabat negara. Namun, disadari atau tidak, sesungguhnya sekitar 7.000 hakim belum diperlakukan sebagai pejabat negara meski mereka disapa Yang Mulia dalam ruang sidang.
Dalam dialog interaktif di MetroTV itu, ada pemirsa yang menyatakan tidak cukup hakim yang harus dinaikkan kesejahteraannya, tapi juga aparat pengadilan secara keseluruhan, sebab peran mereka juga besar dalam proses penanganan perkara.
Editorial itu menyatakan bahwa gaji hakim hampir setara dengan upah minimum regional buruh. Upah minimal buruh di Jakarta pada 2012 adalah sebesar Rp 1.529.150,- per bulan, sementara gaji pokok seorang hakim ada yang Rp 1,9 juta. Masya Allah.
Remunerasi yang baru diterima 70% tiap bulan juga disinggung dalam editorial itu. Bahkan selanjutnya dinyatakan “…bahwa negara tidak akan bangkrut bila memprioritaskan pemberian 30% remunerasi hakim yang belum terbayar dan kemudian menaikkan gaji mereka”.
Dalam editorial ini juga disebutkan bahwa MA sejak 1,5 tahun telah mengusulkan kenaikan gaji hakim. Akan tetapi usulan itu tak kunjung mendapat jawaban. Editorial itu pada intinya sangat mendukung adanya perbaikan gaji dan tunjangan hakim.
Saya yakin banyak lagi pihak yang mendukung adanya perbaikan penghasilan hakim dan aparat pengadilan, meski ada pula yang tidak setuju dengan adanya rencana mogok sidang.
Di acara MetroTV itu ada pula masyarakat yang berkomentar ketidak-setujuannya terhadap mogok sidang. Contohnya komentar seperti “Biarkan hakim mogok sidang, masyarakat akan menghakimi sendiri para koruptor”, atau “Silahkan mogok, masih banyak orang yang antri ingin menjadi hakim”, dan sebagainya.
***
Saya sendiri jelas sangat setuju adanya perbaikan kesejahteraan para hakim dan aparat pengadilan lainnya. Kini sudah saatnya, penghasilan itu ditingkatkan sehingga dapat mencapai kesejahteraan yang pantas.
Kisah yang mengenaskan tentang kehidupan para hakim dan aparat pengadilan sering kita dengar. Dan memang itu benar. Kita tahu persis. Betapa sedihnya hati ini bila mendengar kisah-kisah pilu nan nyata itu.
Saya juga tahu persis betapa gigihnya para pimpinan MA ini dalam mengupayakan kesejahteraan hakim dan aparat pengadilan lainnya. Kenaikan gaji, tunjangan fungsional, tunjangan jabatan, remunerasi, tunjangan pejabat negara dan lain-lainnya, selalu menjadi perhatian dan upaya yang dilakukan pimpinan MA.
Hanya memang, sesuai dengan sunatullah dan alasan-alasan tertentu, upaya itu kadang berhasil kadang tidak, kadang memuaskan kadang tidak, kadang dipenuhi kadang tidak.
Kini, saya melihat suasana cukup kondusif kemungkinan adanya kenaikan penghasilan itu. Banyak pihak yang mendukung ke arah sana. Saya optimis, mendengar dukungan Komisi III DPR dan pers, upaya MA akan berhasil. Mudah-mudahan.
Memang kewajiban kita adalah melakukan upaya. Orang beragama selalu bilang, kita wajib berusaha, Tuhanlah yang menentukan.
Upayapun, kita lakukan secara elegan dan simpatik, tidak malah kontra produktif, atau merugikan masyarakat luas.
Saya salut dan mengapresiasi kawan-kawan yang gigih melakukan upaya adanya kenaikan kesejahteraan, sambil tetap melakukan upaya dan langkah peningkatan pelayanan publik dan reformasi peradilan. Upaya gigih itu perlu pula dibarengi dengan peningkatan integritas dari semua komponen peradilan.
Saya yakin upaya kita semua akan berhasil. Namun tetap, kita perlu selalu tawakkal kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kita diberi yang terbaik di mata Allah dan diberi keberkahan oleh Allah. Kalaupun upaya kita belum berhasil, mudah-mudahan ada hal yang lebih baik yang tersembunyi, yang hanya Allah-lah yang mengetahuinya.
Saya selalu ingat firman-Nya: “Wa ‘asa an takrohu syaian fahua khoirullakum, wa’asa an tuhibbu syaian fahua syarrullakum”. Siapa tahu yang engkau tidak senangi itu justru baik bagimu, dan siapa tahu yang engkau senangi itu justru jelek bagimu.
Mudah-mudahan upaya kita berhasil, dan mudah-mudahan pula “justru yang kita senangi itulah yang mempunyai akibat baik bagi kita”.
Masalah penghasilan adalah masalah yang berkaitan dengan rizki. Setelah shalat kita selalu berdo’a: “…wa ziyadatan fil’ilmi, wa barokatan firrizqi…”. Kita selalu minta ilmu yang banyak dan rizqi yang berkah. Tidak pernah kita hanya berdo’a”: …wa ziyadatan firrizqi...”. Namun demikian, kita sepakat, kita akan lebih senang jika diberi rizki yang banyak dan berkah. Wallahu a’lam bishshowab. (WW)