NIRA SETITIK RUSAK SUSU SEBELANGA
Jakarta-Resources:Humas, Sebuah pepatah mengatakan karena nira setitik rusak susu sebelanga. Pepatah tersebut berarti bahwa karena kesalahan kecil yang nampak tidak ada artinya semua persoalan menjadi kacau dan berantakan. Pepatah ini mungkin yang tengah diresapi oleh Mastuhi, Elsadela, Jumanto dan Puji rahayu. Mereka adalah para hakim yang tengah merasakan pil pahit dari perbuatan yang sekilas seakan “menyenangkan” bagi mereka tetapi kini merusak semuanya, karena bukan hanya dirinya dan keluarganya tetapi juga masa depannya dan masa depan keturunannya.
Para hakim tersebut harus mengubur dalam-dalam semua mimpi mereka sebagai hakim yang telah tercapai. Karena pada tahun 2014 ini jabatan mereka sebagai hakim resmi dicopot secara hormat. Keempat hakim tersebut terbukti melanggar kode etik hakim berupa perselingkuhan/perjinahan. Semua pembelaan yang mereka paparkan di MKH tidak bisa mematahkan bukti-bukti yang ada bahwa mereka terbukti salah.Mungkin tidak pernah terbersit di fikiran para hakim tersebut bahwa kelak suatu hari mereka akan dihakimi. Kenyataan pahit ini pasti jauh-jauh disimpan dari keinginan dan mimpi mereka, jika pun ada mungkin itu termasuk mimpi buruk di tengah malam yang langsung hilang kala mencuci muka. Tetapi ironis, air mata yang keluar kala mendengarkan putusan Hakim tidak bisa merubah apapun. Nira setitik telah merusak susu sebelanga.
Sebelumnya dalam rangkaian MKH Februari-Maret 2014. MKH telah digelar pada 25 dan 27 Februari 2014. Kemudian pada Selasa, 4 Maret 2014 MKH memberikan hukuman berat berupa pemberhentian dengan hormat kepada dua hakim dari Tebo. Yang pertama adalah hakim pengadilan Agama Tebo, Mastuhi S.Ag., M.H. Hakim golongan III/c ini dilaporkan oleh Herman S.T., M.T perihal perselingkuhan. Berkat laporan tersebut bapak tiga orang anak ini diberhentikan dengan hormat sebagai hakim dengan mendapatkan hak pensiun. Kemudian di hari yang sama, MKH juga menjatuhkan hukuman yang sama beratnya kepada Elsadela, S.H. Hakim golongan III/a ini dilaporkan oleh suaminya, Herman S.T., M.T perihal perselingkuhan. Elsadela tak bisa membendung air matanya kala MKH membacakan vonis hukuman berat untuknya.
Rabu, 5 Maret 2014 MKH kembali digelar. MKH ini dipimpin oleh Ketua Kamar Pengawasan MA, Timur Manurung, S.H., M.M. dengan dua hakim terlapor terkait perihal yang sama, yaitu perselingkuhan. Keduanya dijatuhi hukuman yang sama berat yaitu pemberhentian dengan hormat sebagai hakim tetapi tetap mendapatkan hak pensiun. Dua hakim malang tersebut adalah Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin, Jumanto, S.H., M.H, dan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, Puji Rahayu, S.H., M.H. Kedua hakim tersebut diperiksa berkat laporan Yusrida Tanjung pada tanggal 4 Juli 2013.
Mereka semua menyesal dengan apa yang telah mereka perbuat, mereka mengaku khilaf dan mereka berjanji tidak akan mengulanginya. Namun penyesalan dan janji tersebut tidak bisa merubah apapun, MKH telah membuktikan bahwa mereka telah merusak citra hakim dan nama lembaga. Mereka telah menciderai kode etik hakim yang selama ini mereka junjung.
“Semoga kalian bisa lebih baik di kehidupan selanjutnya.” Kata Timur Manurung saat menutup MKH pada Rabu tersebut.
Dan pada hari ini, Kamis 6 Maret 2014, MKH kembali dilaksanakan. Majelis yang diketua oleh Artidjo Alkostar tersebut harus menunda MKH selama 7 hari ke depan karena H. Ramlan Comel, S.H., M.H sebagai hakim terlapor mangkir pada hari ini. Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Bandung tersebut akan di-MKH karena perintah lisan Ketua Mahkamah Agung RI. Perintah ini terkait dengan pemberitaan di surat kabar harian Kompas tanggal 16 Agustus 2013 dan media online Tribunnews pada tanggal 16 Agustus 2014 pula tentang perkara suap penangan kasus Bansos Pemkod Bandung. (az/hms)